|
Kota Delta Sidoarjo merupakan salah satu kota industri di
Propinsi Jawa Timur. Selain sebagai kota industri, ternyata kota Delta Sidoarjo
juga menyimpan banyak misteri, beberapa diantaranya berupa Candi, yaitu Candi
Sumur, Candi Pari, Candi Wangkal dan sebagainya. Disamping itu, kota ini pun
juga menyimpan tragedi, diantaranya yaitu “Tragedi Semburan Fluida Logam Berat”
di kawasan Porong yang lebih sering disebut sebagai “Tragedi Lumpur Lapindo”.
Tragedi Semburan Fluida Logam Berat atau Tragedi Lumpur Lapindo ini merupakan
suatu tragedi di bawah tanggung jawab PT Lapindo Berantas.
Pada
28 Mei 2006, sekitar pukul 22.00 WIB terjadi kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S)
di areal ladang eksplorasi gas Rig 01, lokasi Banjar Panji perusahaan PT.
Lapindo Brantas di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo yang kemudian bermuara menjadi semburan lumpur berlogam berat seperti yang
dapat kita lihat sekarang di kawasan Porong, Sidoarjo.
Peristiwa luapan Lumpur Lapindo berdampak pada kehidupan masyarakat di
sekitarnya, baik secara ekologis, ekonomi, dan sosial. Secara ekologis, lumpur
lapindo mencemari tanah, air maupun udara sekitar. Tanah terkontaminasi
oleh zat-zat beracun, salah satunya adalah kandungan logam berat (Hg) yang
melebihi batas baku mutu. Air telah bercampur dengan lumpur. Bahkan banyak
organisme air yang mati karena adanya pencemaran. Gas yang dikeluarkan
menggangu kesehatan makhluk hidup di sekitarnya. Secara ekonomi,
Indonesia telah mengeluarkan dana untuk menanggulangi
dampak Lapindo, dimana dana membengkak hingga mencapai 7,6 trilliun rupiah pada tahun 2007
(indosiar.com), dan pendanaan masih berlanjut hingga tahun 2013 sebesar 845,129
milliar rupiah (antaranews.com) hingga sekarang. Selain itu, peristiwa lumpur lapindo menambah pengangguran
di Indonesia sebesar 20 ribu orang pada tahun 2007 (seputar-indonesia.com). Secara
sosial, lumpur lapindo mengakibatkan terhambatnya ruas jalan tol
Malang-Surabaya sehingga kegiatan transportasi dan distribusi terganggu.
Salah satu pencemaran yang diakibatkan oleh luapan lumpur Lapindo
adalah pencemaran udara. Udara yang dikeluarkan dari luapan lumpur tersebut
mengandung senyawa kimia yang membahayakan, yakni Hidrokarbon
dan Hidrogen Sulfida (H2S). Tingkat
hidrokarbon di udara mencapai 55.000 ppm dari ambang batas normal yang hanya
0,24 ppm (menurut Walhi lewat siaran persnya berdasarkan surat rekomendasi
Gubernur Jawa Timur tanggal 24 Maret 2008). tim kajian kelayakan permukiman menginformasikan bahwa gas Hidrokarbon yang keluar dari retakan tanah
merupakan jenis metana dengan kadar sekitar 2.100 – 50.000 ppm.
Gas methane adalah senyawa kimia dengan formula kimia CH4.
Efek gas Methane diantaranya dapat menyebabkan ledakan
dan kebakaran tingkat tinggi apabila bercampur dengan udara, dapat merusak ozon
dan merusak kesehatan manusia terutama pernapasan akan terganggu apabila gas
methane yang berada di dalam atmosfer mengurangi kadar oksigen dibawah 19,5%.
Kandungan
hidrokarbon yang tinggi dapat mengakibatkan sesak nafas bahkan tercekik pada
manusia. Pada kandungan 1000 ppm saja, paling lama 8 jam waktu yang aman
terpapar gas ini. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika bertahun–tahun mendapatkan
paparan. Tidak heran jika kemudian terjadi kematian
warga yang tidak terdiagnosa dengan baik penyebabnya. Walhi Jawa Timur mencatat
sekurangnya 5 warga telah meninggal akibat buruknya kondisi lingkungan yang
ada. Bahkan Kondisi ini menyebabkan meningkatnya penderita ISPA pada tahun 2007
hingga lebih dari 46 ribu jiwa, 2 kali lipat dari penderita tahun 2006 yang
hanya 23 ribu.
Saat ini gas
methane dalam efek rumah kaca merupakan gas kedua dan yang paling berbahaya
dibandingkan karbon dioksida. Dalam selang periode tertentu setiap ton methane
yang lepas sebanding dengan 72 ton gas karbon dioksida yang lepas ke udara. Gas
methane berdampak 25 kali lebih besar dari karbon dioksida, dan ketika berada
di atmosfer, gas itu memberi dampak 72 kali lebih besar dan membuat sebuah
perbedaan yang besar. Banyaknya methane yang lepas dari dalam bumi menyebabkan
dampak methane terhadap pemanasan global jauh lebih besar dan lebih cepat.
Selain gas hidrokarbon, Hasil Laboratorium Forensik Polri
Surabaya menunjukkan bahwa gas lumpur mengandung Hidrogen
Sulfida (H2S) kadar tinggi. Kadar H2S bahkan sempat mengalami
peningkatan. Yang sebelumnya 13 ppm menjadi 19 ppm. Padahal sebelumnya rata-rata kandungan H2S yang
termasuk kelompok gas beracun itu hanya 9-13 ppm.
Hidrogen Sulfida terbentuk dari proses
penguraian bahan-bahan organis oleh bakteri. Maka dari itu H2S terdapat dalam minyak dan gas bumi. Beberapa
karakteristik H2S diantaranya : Sangat beracun dan mematikan, tidak
berwarna, lebih berat dari udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada
daerah yang rendah, dapat terbakar dengan nyala api berwarna biru dan hasil
pembakarannya gas sulfur Dioksida (SO2) yang juga merupakan gas
beracun, sangat korosif, pada konsentrasi yang rendah berbau seperti telur
busuk dan dapat melumpuhkan indera penciuman manusia.
Efek samping semburan
lapindo berupa pencemaran udara oleh gas – gas beracun memang tidak memungkinkan
adanya pencegahan secara intensif, namun penggunaan masker dapat mengurangi
resiko paparan gas beracun tersebut.
Artikel ini sudah cukup baik, bisa dijadikan tambahan pengetahuan tentang lumpur lapindo, dimana dapat membuka kesadaran masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan tubuh.
BalasHapusWah, artikelnya sangat menarik. Good job :)
BalasHapusinfonya sangat bermanfaat sekali, dapat menambah wawasan. terimakasih :)
BalasHapusTulisan ini sangat bagus dan bermanfaat. Dapat menambah informasi kita. Keep posting!
BalasHapus